Senin, 25 Agustus 2008

dua puisi, dua peristiwa

Teringat Gempa

begitu saja kesedihan itu menyerangku
sepagi ini,
ranjangku tibatiba berubah perahu
yang dipukulpukul gelombang

atap rumahku tak lagi ambruk
juga tembok serupa tentarara membusungkan dada
pintu masih seperti hati yang membiarkanku
datang dan pergi
tapi detik itu juga
semua terasa ciut, gemetar dan pucat

terbayang kembali
aku menghitung namanama kenalan
yang tibatiba berdebu
kadang aku sedikit pangling
nama mereka tak terbaca
atau tertimbun
di antara namanama yang lain

sebagian kotaku berubah keranda
selebihnya adalah pelayat yang murung
tanpa baju,
kerudung
kopiah
kaca mata
atau apa saja yang berwarna hitam
karena yang hidup sekalipun
tetap saja terkubur dihitam kesedihan.

Yogyakarta, januari 2008




Cincin

setiap kali membuka album foto pernikahanmu
yang mengelupas sebagian
jarijarimu mengucurkan kesedihan
setiap lembar yang semakin usang
rambut yang berangsur perak
tapi tak pernah kutemukan warna itu
berkilat di jarimu
begitu murungnya
jangan kau sangkal lagi, mama!

seperti puisi yang patah
akan kusematkan di jari gemukmu kunci
maka kulengkapi nikahmu
dan cincin yang membawa lubang
akan menimbun kesedihanmu yang
setinggi aku.

10-12 febuari 2008

3 komentar:

  1. makasi cerita senja...
    eh cowokku ngefans sama blog mu lo. heheheeh

    BalasHapus
  2. makasi cerita senja...
    eh cowokku ngefans sama blog mu lo. heheheeh

    BalasHapus