Teringat Gempa
begitu saja kesedihan itu menyerangku
sepagi ini,
ranjangku tibatiba berubah perahu
yang dipukulpukul gelombang
atap rumahku tak lagi ambruk
juga tembok serupa tentarara membusungkan dada
pintu masih seperti hati yang membiarkanku
datang dan pergi
tapi detik itu juga
semua terasa ciut, gemetar dan pucat
terbayang kembali
aku menghitung namanama kenalan
yang tibatiba berdebu
kadang aku sedikit pangling
nama mereka tak terbaca
atau tertimbun
di antara namanama yang lain
sebagian kotaku berubah keranda
selebihnya adalah pelayat yang murung
tanpa baju,
kerudung
kopiah
kaca mata
atau apa saja yang berwarna hitam
karena yang hidup sekalipun
tetap saja terkubur dihitam kesedihan.
Yogyakarta, januari 2008
Cincin
setiap kali membuka album foto pernikahanmu
yang mengelupas sebagian
jarijarimu mengucurkan kesedihan
setiap lembar yang semakin usang
rambut yang berangsur perak
tapi tak pernah kutemukan warna itu
berkilat di jarimu
begitu murungnya
jangan kau sangkal lagi, mama!
seperti puisi yang patah
akan kusematkan di jari gemukmu kunci
maka kulengkapi nikahmu
dan cincin yang membawa lubang
akan menimbun kesedihanmu yang
setinggi aku.
10-12 febuari 2008
Senin, 25 Agustus 2008
pada sebuah operasi massal
Pada Sebuah Operasi Masal
cerita mbak markini
aku tak ingin punya anak lagi
tiga anakku, masa depannya masih belum terbaca
cuma kantung mata sisa tangisku semalam
yang membuat mereka bisa berselimut sekejap
lalu menanggung perih sewaktuwaktu
aku tahan ngilu
rahimku dipotong
mungkin akan putus pula sebagian nasib burukku
yang selalu mengental menjadi darah
dan disedu anakanakku kapan saja mereka mau
bersama pahit obat generik
menjelma bangsal yang dingin
kasur yang keras
atau menjelma aku yang dibaringkan sekedarnya
atau mereka yang berjejer di sebelahku
menggigau menggerakkan tangan sebagaimana tangan
serta kaki sebagaimana kaki
tembok rumah sakit yang mengelupas
tiang infus berkarat
mungkin merayakan kesedihan anakku
melihat seorang bocah mengunyah roti empuk
dengan coklat yang melelehi gandumnya
seakan ingin tapi tak pernah ingin anakku ceritakan
karena akan membuatku semakin ngilu.
kbr,6 febuari 2008
cerita mbak markini
aku tak ingin punya anak lagi
tiga anakku, masa depannya masih belum terbaca
cuma kantung mata sisa tangisku semalam
yang membuat mereka bisa berselimut sekejap
lalu menanggung perih sewaktuwaktu
aku tahan ngilu
rahimku dipotong
mungkin akan putus pula sebagian nasib burukku
yang selalu mengental menjadi darah
dan disedu anakanakku kapan saja mereka mau
bersama pahit obat generik
menjelma bangsal yang dingin
kasur yang keras
atau menjelma aku yang dibaringkan sekedarnya
atau mereka yang berjejer di sebelahku
menggigau menggerakkan tangan sebagaimana tangan
serta kaki sebagaimana kaki
tembok rumah sakit yang mengelupas
tiang infus berkarat
mungkin merayakan kesedihan anakku
melihat seorang bocah mengunyah roti empuk
dengan coklat yang melelehi gandumnya
seakan ingin tapi tak pernah ingin anakku ceritakan
karena akan membuatku semakin ngilu.
kbr,6 febuari 2008
Langganan:
Postingan (Atom)