Senin, 16 Juli 2007

Selamat jalan pakde Yoyok

(Jum'at, 13 Juli 2007, hari terakhir ia shalat subuh berjamaah sebelum ia menyerahkan tubuhnya pada batangan besi panjang Kereta Api. Pakde Yoyok telah pergi, pagi itu. sebuah usahanyua menjemput maut. saudaraku, untuknya, kakak dari ibuku ini, saya minta sepotong do'a, semoga Allah, Tuhan yang maha Elok menerima kehadirannya. tak ada lagi kata. segalanya telah disusun sebagai rencana dan garis nasib. pakde, selamat jalan.. selamat jalan... kami tak berani menatap tubuhmu waktu itu. tubuh yang tak lagi bisa kami kenali. tidurlah yang tenang....)


Sepotret Ungu
;
kepada paman

di hari yang kelewat subuh
kau terus saja memotretmotret
masalalu warna ungu
serta pecahan kaca jendela kian
berdebu

rajutan katakata dari mulutmu
kau tudungkan tepat di atas kepalaku
setelah sebelumnya menekan kencang
tombol blitz
yang kelewat tak mau berkilat
lalu segera menggantinya dengan
guratan kilat ludah
yang muncrat dari mulutmu

setelah potret ibu, adik dan tahu
ada di tanganmu
kau robekrobek jadi duapuluh entah limapuluh
sebagian sobekannya kau sembunyikan
di plastik bekas minuman
serta lainnya kau lempar ke udara
serupa hujan salju, menjelma kupukupu

sayang, jaring dari helaian ubanmu
tak lagi mampu menangkap si kupukupu
untuk melengkapi mim, nun, wau
di lembar akhir huruf hijaiyahmu
yang tertulis di balik potret

sungguh, aku tak pernah punya lagi
setelah kata bijak
selain; diam.

yogyakarta, 2007

1 komentar:

  1. bukan kematian benar menusuk kalbu
    keridoanmu menerima segala tiba
    tak kutahu setinggi itu atas debu
    dan duka maha tuan bertahta

    ("nisan" nya Chairil Anwar)
    turut berduka cita, mbak....

    BalasHapus