Selasa, 29 Mei 2007

sajak


Undangan Kematian

Kau mengundangku mencium
Wangi kapur barus, asap dupa
Juga untaian melati
Di pesta kematianmu
Segala wewangian itu menerbangkanku
Pada segala yang putih
Menyembunyikanku dari bibirnya
Meneguk seluruh kata, seluruh dosa
Dan dititipkan pada rambut hitammu
Atau helaian yang memerak
Karena mangkir dari janjinya

O, semalam kita masih mengemas
Pandang, bukan?
Jangan-jangan pandang semanis selai itu
Dia oleskan di wajahmu
Hingga semua berubah senyum di tengah
Pesta berhidang kue duka
Juga kuas selai yang anakmu pakai
Tuk mengeruk tanda tanya

“Tak ada matahari
Tak bertukar dengan bulan, anakku
Ingatlah pada bintang-bintang yang riang
Setelahnya dan aku akan tetap
Hidup meski di hatimu,” katamu
Sambil menutup mata
Dilelap yang paling senja ini
Sekali lagi kau rangkai aksara
Meredam kecewa yang temaram

“Anakku yang baru datang, akhirnya
Kau akan segera pulang juga, bukan?”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar